Regulasi Bahasa Indonesia: Undang-Undang dan Kebijakan Pemerintah
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan strategis sebagai bahasa resmi negara dan simbol pemersatu bangsa. Regulasi terkait bahasa telah diatur secara jelas melalui konstitusi, undang-undang, dan kebijakan pemerintah, dengan tujuan memperkuat identitas nasional di tengah arus globalisasi. Artikel ini membahas landasan hukum, kebijakan implementasi, permasalahan di lapangan, serta fakta-fakta unik yang jarang diungkap. Dengan penyajian yang informatif dan menarik, diharapkan pembaca memahami urgensi regulasi bahasa Indonesia dan ikut berperan aktif dalam penerapannya.
Kata Kunci: Regulasi Bahasa, Undang-Undang, Kebijakan Pemerintah, Bahasa Indonesia, Identitas Nasional.
Pendahuluan
Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa persatuan sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, ketika para pemuda dari berbagai daerah berikrar untuk menjunjung tinggi bahasa persatuan. Momentum itu menjadi tonggak penting dalam perjalanan bangsa, karena bahasa Indonesia menyatukan ratusan bahasa daerah yang beragam. Kedudukannya kemudian ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 36 yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia.
Perjalanan bahasa Indonesia tidak berhenti pada masa kemerdekaan. Di era kolonial, bahasa Melayu—cikal bakal bahasa Indonesia—dipilih karena netral, tidak melekat pada etnis tertentu, dan mudah dipelajari. Setelah merdeka, bahasa Indonesia tumbuh sebagai bahasa modern yang digunakan dalam pendidikan, pemerintahan, dan diplomasi. Jika dibandingkan dengan negara lain, bahasa Indonesia memiliki posisi unik. Misalnya, Malaysia menggunakan bahasa Melayu, tetapi banyak bercampur dengan bahasa Inggris. Filipina menetapkan bahasa Filipino sebagai bahasa nasional, namun praktiknya bahasa Inggris sangat dominan. Indonesia relatif konsisten menjadikan bahasa Indonesia sebagai simbol kedaulatan, meskipun tetap menghadapi tantangan globalisasi.
Permasalahan
Meski regulasi bahasa sudah cukup kuat, penerapannya di lapangan masih menemui kendala. Beberapa permasalahan utama adalah:
1.Dominasi bahasa asing dalam dunia usaha. Nama gedung, apartemen, hingga pusat perbelanjaan sering menggunakan bahasa Inggris. Contohnya, banyak mall di Jakarta dan kota besar lain yang lebih dikenal dengan nama asing ketimbang nama resminya dalam bahasa Indonesia.
2.Rendahnya kesadaran masyarakat. Menurut data Badan Bahasa tahun 2022, lebih dari 60% papan iklan di ruang publik kota besar tidak memenuhi aturan penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan masih minimnya kepatuhan terhadap regulasi.
3.Kurangnya pemahaman tentang kewajiban kontrak berbahasa Indonesia. Masih banyak perusahaan yang membuat kontrak dengan bahasa asing tanpa disertai versi bahasa Indonesia. Padahal, Mahkamah Agung pernah menegaskan dalam putusan sengketa bisnis (kasus Nine AM Ltd vs PT Bangun Karya Pratama Lestari, 2013) bahwa kontrak tanpa versi bahasa Indonesia bisa dianggap cacat hukum.
4.Bahasa daerah makin terpinggirkan. Globalisasi membuat generasi muda lebih akrab dengan bahasa asing ketimbang bahasa daerah. Padahal, bahasa daerah adalah kekayaan budaya yang seharusnya dijaga.
Pembahasan
Landasan Konstitusional
Bahasa Indonesia diatur secara konstitusional melalui UUD 1945 Pasal 36. Selain itu, Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 menegaskan peran bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa. Landasan ini memperkuat posisi bahasa Indonesia bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga dalam hubungan internasional.
UU No. 24 Tahun 2009
Undang-Undang ini menjadi payung hukum utama penggunaan bahasa Indonesia. Poin pentingnya meliputi:
•Bahasa resmi dokumen kenegaraan: Perjanjian internasional wajib menyertakan naskah bahasa Indonesia. Contoh: perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Jepang dalam bidang investasi yang diterjemahkan resmi ke bahasa Indonesia.
•Bahasa dalam dunia usaha: Kontrak bisnis yang melibatkan pihak Indonesia wajib berbahasa Indonesia. Kasus kontrak Nine AM Ltd di atas menjadi contoh nyata implementasi pasal ini.
•Bahasa di ruang publik: Papan nama jalan, bandara, terminal, hingga iklan harus menggunakan bahasa Indonesia. Misalnya, Bandara Soekarno-Hatta memiliki papan nama utama dalam bahasa Indonesia, baru kemudian bahasa asing sebagai pendamping.
•Bahasa di pendidikan: Bahasa Indonesia wajib menjadi bahasa pengantar utama di sekolah dan perguruan tinggi, meskipun bahasa asing dan bahasa daerah tetap mendapat ruang.
Perpres No. 63 Tahun 2019
Peraturan Presiden ini memperinci implementasi UU No. 24/2009. Beberapa aturan penting:
•Pidato pejabat negara wajib menggunakan bahasa Indonesia, bahkan dalam forum internasional. Hal ini pernah dilakukan Presiden Joko Widodo di KTT ASEAN.
•Nama bangunan, apartemen, hotel, dan jalan harus menggunakan bahasa Indonesia. Walau dalam praktiknya masih banyak yang menggunakan bahasa asing, aturan ini tetap berlaku.
•Karya ilmiah wajib ditulis dalam bahasa Indonesia. Publikasi internasional boleh berbahasa asing, namun harus didampingi ringkasan dalam bahasa Indonesia.
Peran Badan Bahasa
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menjadi lembaga utama dalam pelaksanaan regulasi. Programnya meliputi:
•UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia): mirip TOEFL, tetapi untuk mengukur kemampuan berbahasa Indonesia. Tahun 2023, UKBI adaptif mulai diterapkan secara daring.
•Kongres Bahasa Indonesia: forum lima tahunan. Kongres terakhir tahun 2023 mengusung tema “Transformasi Digital dan Masa Depan Bahasa Indonesia.”
•Pelestarian bahasa daerah: Badan Bahasa mencatat ada lebih dari 700 bahasa daerah di Indonesia, dan sebagian besar terancam punah jika tidak dilestarikan.
Sejarah Regulasi Bahasa
Sebelum regulasi formal, peran bahasa Indonesia sudah terbangun sejak awal abad ke-20. Ejaan Van Ophuijsen (1901) menjadi dasar pertama, kemudian beralih ke Ejaan Republik dan Ejaan Soewandi. Puncaknya adalah EYD tahun 1972 yang kemudian disempurnakan menjadi PUEBI. Proses panjang ini menunjukkan adaptasi bahasa Indonesia terhadap kebutuhan zaman.
Studi Kasus Penerapan UU Bahasa
Salah satu kasus menarik terjadi pada tahun 2013, ketika Mahkamah Agung membatalkan sebuah kontrak bisnis internasional karena tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagaimana diwajibkan oleh UU 24/2009. Kasus ini menegaskan bahwa regulasi bahasa bukan hanya formalitas, melainkan memiliki implikasi hukum nyata.
Bahasa Indonesia di Era Digital
Perkembangan teknologi membawa tantangan baru. Banyak aplikasi, media sosial, dan website resmi pemerintah yang belum konsisten menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah. Misalnya, istilah asing lebih populer digunakan dibanding padanan bahasa Indonesia, seperti download dibanding “unduh”. Pemerintah melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berusaha memperkenalkan padanan resmi, meskipun implementasinya masih menghadapi resistensi.
Peran Akademisi dan Masyarakat
Perguruan tinggi, peneliti, dan komunitas literasi bahasa memiliki peran penting dalam menjaga kualitas bahasa Indonesia. Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) menjadi salah satu instrumen untuk mengukur kompetensi kebahasaan warga negara. Selain itu, peran komunitas literasi digital sangat penting dalam mendorong penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di media sosial.
Tantangan Globalisasi
Di era globalisasi, bahasa asing terutama bahasa Inggris mendominasi banyak sektor. Namun, alih-alih menolak, strategi yang perlu dilakukan adalah mengembangkan dwibahasa seimbang, di mana bahasa Indonesia tetap menjadi identitas utama, sementara bahasa asing digunakan sebagai sarana komunikasi internasional.
Fakta Menarik yang Jarang Diketahui
1.Bahasa Indonesia diajarkan di lebih dari 50 negara, termasuk di universitas-universitas di Australia, Korea Selatan, dan Eropa Timur.
2.Indonesia mewajibkan aplikasi digital milik lembaga negara menggunakan bahasa Indonesia. Pedoman ini diterbitkan untuk menjaga konsistensi bahasa di era digital.
3.Bahasa Indonesia sudah diakui sebagai bahasa resmi kedua di Vietnam sejak 2007.
Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah simbol kedaulatan sekaligus alat pemersatu bangsa. Regulasi melalui UUD 1945, UU No. 24 Tahun 2009, dan Perpres No. 63 Tahun 2019 menunjukkan keseriusan negara menjaga bahasa ini. Namun, praktik di lapangan menunjukkan masih banyak tantangan, seperti dominasi bahasa asing di ruang publik, rendahnya kesadaran masyarakat, dan terpinggirkannya bahasa daerah.
Saran
1.Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap implementasi regulasi, khususnya di sektor usaha dan ruang publik.
2.Lembaga pendidikan harus memperkuat pembelajaran bahasa Indonesia dengan cara kreatif, misalnya melalui literasi digital atau konten multimedia.
3.Generasi muda perlu diajak aktif menjaga bahasa, bukan hanya lewat akademik, tetapi juga melalui karya sastra, film, musik, dan media sosial.
Daftar pustaka
•Republik Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar 1945.
•Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
•Republik Indonesia. (2019). Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.
•Alwi, H., & Dardjowidjojo, S. (2000). Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
•Nababan, P.W.J. (1993). Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
•Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2022). Laporan Kebijakan Bahasa di Ruang Publik. Jakarta: Kemendikbudristek.
•Rahardi, K. (2021). Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi. Jakarta: Prenadamedia.
Komentar
Posting Komentar